Tradisi
dan Budaya Islam di Nusantara
Sejarah tentu pastilah ada yang
mengawalinya dan bisa saja sejarah tersebut dirubah, baik itu untuk hal-hal
yang negatif atau bisa juga sejarah tersebut dirubah menjadi sesuatu yang
positif dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Keadaan
geografis dan wilayah yang dimiliki bangsa ini, telah membentuk keragaman dan
perbedaan struktur masyarakatnya. Secara sederhana, keragaman ini ditunjukkan
setidaknya oleh tiga jenis kelompok masyarakat yang berkembang di seluruh wilayah
nusantara. Kelompok I, adalah
masyarakat yang hidup di daerah-daerah pedalaman dan kawasan-kawasan yang
terpencil. Masyarakat ini biasanya memiliki kepercayaan animisme dan komitmen
kesukuannya sangat kuat. Kelompok II, adalah
masyarakat yang hidup di sepanjanggaris pesisir, dimana jalur-jalur pedagangan
laut telah memudahkan mereka untuk dapat mengenal dan bertukar kebudayaaan
dengan dunia luar. Sedangkan kelompok III,
adalah masyarakat yang dipengaruhi oleh struktur budaya keraton. Pada umumnya,
kelompok masyarakat ini hidup dalam sebuah kota di sekitar kawasan istana yang
mudah dijangkau. Sehingga memungkinkan mereka disebut sebagai kelompok elit
yang memiliki kebudayaan tinggi.[1]
Sumatera Utara memiiki
letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi
pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab
dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama
Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal
ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh,
Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan
oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan
Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis.
Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan
menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis
banyak saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam,
Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha.
Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya
bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya
menganut Agama Buddha.
Letak yang strategis
menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi.
Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke
Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya.
Termasuk masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang
sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat
menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran
agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam
dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau
Sumatera umumnya.
[1]
P.A. Djajadiningrat, dkk. Dalam Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 187.
Comments
Post a Comment